Radikal Bebas dan Reactive Oxygen
Radikal Bebas dan Reactive
Oxygen
Radikal bebas adalah molekul, atom,
atau kelompok atom yang pada orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron
tidak berpasangan. Dengan demikian molekul atau atom tersebut sangat labil dan
mudah membentuk senyawa baru. Radikal bebas ini dapat sebagai turunan karbon
(C), nitrogen (N), akan tetapi yang paling banyak dipelajari adalah radikal
oksigen (O).
Sumber radikal bebas
Radikal bebas yang ada dalam tubuh dapat
berasal/dihasilkan oleh tubuh (endogen) maupun berasal dari luar tubuh
(eksogen). Radikal bebas endogen terbentuk sebagai respon normal dari rantai
reaksi respirasi di dalam tubuh. Sumber terbentuknya radikal bebas dalam tubuh
adalah: enzim-enzim superoksida dismutase (SOD), sitokrom P-450, santin
oksidase, lipoksigenase, siklo-oksigenase, enzim-enzim pentranspor elektron,
dan kuinon.
Mekanisme-mekanisme timbulnya radikal bebas endogen: oto-oksidasi, aktivitas oksidasi (seperti: siklo-oksigenase, lipoksigenase, dehidrogenase, dan peroksidase), dan sistem transpor elektron. Bagian sel yang memproduksi radikal bebas: mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma, dan inti sel.
Radikal bebas eksogen bersumber dari: polutan, makanan & minuman, radiasi, ozon, dan residu pestisida.
Mekanisme-mekanisme timbulnya radikal bebas endogen: oto-oksidasi, aktivitas oksidasi (seperti: siklo-oksigenase, lipoksigenase, dehidrogenase, dan peroksidase), dan sistem transpor elektron. Bagian sel yang memproduksi radikal bebas: mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma, dan inti sel.
Radikal bebas eksogen bersumber dari: polutan, makanan & minuman, radiasi, ozon, dan residu pestisida.
ROS (reactive oxygene species)
ROS adalah beberapa jenis molekul dan radikal yang
berasal dari molekul oksigen (O2) yang digunakan dalam pernapasan. Beberapa
enzim respirasi kompleks dapat ‘memberikan’ 1 elektron (reduksi) pada oksigen,
menghasilkan terutama anion superoksida (*O2-) yang relatif stabil. Pada
kondisi normal, molekul oksigen mengandung 2 elektron tidak berpasangan pada
orbit terluarnya. Jika salah satu dari kedua elektron tidak berpasangan
tersebut tereksitasi dan kecepatan spin nya berubah, maka akan terbentuk
spesies radikal yang dinamakan singlet oksigen, bersifat radikal, dan
oksigen berubah menjadi oksidan. Enzim-enzim pro-oksidatif seperti
NADPH-oksidase, NO-sintase, dan rantai reaksi sitokrom P-450 dapat membentuk
spesies oksigen reaktif ini. Enzim lipoksigenase juga dapat membentuk radikal
bebas.
ROS dibagi jadi 2 golongan:
- oxygene-centered radicals: anion superoksida (*O2-), radikal hidroksil (*OH), radikal alkoksil (RO*), dan radikal peroksil (ROO*)
- oxygene-centered non-radicals: hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (1O2)
Spesies reaktif lain adalah nitrik oksida (NO*),
nitrik dioksida (NO2*) dan peroksinitril (OONO-). ROS berkorelasi dengan
radikal bebas meskipun tidak tergolong sebagai radikal bebas, contohnya singlet
oksigen dan hidrogen peroksida seperti yang disebutkan di atas.
Anion superoksida merupakan prekursor untuk sebagian besar spesies ROS, serta merupakan mediator dalam rantai reaksi oksidatif.
Anion superoksida merupakan prekursor untuk sebagian besar spesies ROS, serta merupakan mediator dalam rantai reaksi oksidatif.
Dismutasi anion superoksida, baik secara spontan
maupun melalui reaksi yang dikatalisis oleh superoksida dismutase (SOD) akan
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang kemudian dapat direduksi secara
sempurna menjadi air (H2O), atau direduksi parsial menjadi radikal hidroksil
(*OH) yang merupakan oksidan terkuat di alam.
Pembentukan radikal hidroksil ini dikatalisis oleh logam transisi yang tereduksi besi (Fe++) dan tembaga (Cu++). Anion superoksida ini juga dapat bereaksi dengan radikal lain misalnya dengan nitrik oksida (NO*), menghasilkan peroksinitrit (OONO-) yang juga merupakan oksidan yang sangat kuat.
Pembentukan radikal hidroksil ini dikatalisis oleh logam transisi yang tereduksi besi (Fe++) dan tembaga (Cu++). Anion superoksida ini juga dapat bereaksi dengan radikal lain misalnya dengan nitrik oksida (NO*), menghasilkan peroksinitrit (OONO-) yang juga merupakan oksidan yang sangat kuat.
Efek toksik ROS
- Pada DNA: modifikasi basa DNA atau pemotongan cincin DNA → mengakibatkan penuaan, kanker
- Pada protein: inaktivasi enzim, depolarisasi protein → mengakibatkan radang (inflamasi)
- Depolarisasi proteoglikan → mengakibatkan poliarthritis rhematoid
- Oksidasi asam lemak dan pembentukan radikal bebas lipidik → aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler, lesi reperfusi
Peranan fisiologis, seperti:
- ROS harus terdapat pada proses bakterisidal dan pada proses bakteriolisis normal. Sel fagosit melalui jalur NADP oksidase mensintesa anion superoksida dan hidrogen peroksida yang dapat membunuh bakteri. Jika defisien enzim NADP oksidase, seseorang akan sering mengalami infeksi
- Sistem NADP oksidase juga terdapat dalam sel endotelium (dinding dalam pembuluh darah), dimana anion superoksida yang terbentuk bersifat vasokonstriktor
- ROS harus terdapat pada saat sintesis DNA karena aktivitas ribonukleotida reduktase (yang mengubah ribosa menjadi deoksiribosa, yaitu gula DNA) sangat tergantung pada ROS
- ROS harus ada pada saat kapasitasi spermatozoik, sehingga berfungsi dalam reaksi fertilitas
- Secara in vitro, ROS memberikan efek mitogenik pada berbagai jenis sel
Stress Oksidatif
Ketidakseimbangan radikal bebas dan ROS dengan
antioksidan menyebabkan timbulnya stress oksidatif. Stress oksidatif ini dapat
disebabkan oleh kekurangan antioksidan dalam makanan, atau akibat meningkatnya
produksi radikal bebas dan ROS yang disebabkan oleh toksin dari makanan atau
lingkungan. Kondisi yang pro-oksidatif adalah: konsumsi makanan yang tidak
seimbang, konsumsi lemak hewan secara berlebihan, makan makanan yang
diawetkan/diasap, minum alkohol, merokok, kurang mengkonsumsi sayuran &
buah-buahan, pencemaran lingkungan. Pembentukan ROS yang tidak terkendali dapat
menyebabkan oksidasi lipid, oksidasi protein, terputusnya ‘pita’ DNA dan
modifikasi basa DNA, serta modulasi ekspresi gen. Jika proses penuaan
berlanjut, produk oksidasi protein dan produk oksidasi DNA meningkat jumlahnya
beberapa kali lipat. Juga terjadi perubahan rasio pasangan redoks, seperti
glutation: glutation teroksidasi NADPH: NADP+ dan NADH: NAD+ yang cenderung
menjadi pro-oksidan.
Oksidasi lipid
Oksidasi lipid adalah reaksi berantai, radikal bebas
dan ROS dapat mempercepat oksidasi lipid. Membran sel yang terdiri dari 2
lapisan fosfolipid dan protein adalah target langsung oksidasi lipid. Malonaldehid
yang merupakan salah satu produk hasil oksidasi lipid dapat bereaksi dengan
grup amino protein, fosfolipid, dan asam nukleat sehingga menyebabkan
terjadinya modifikasi struktural yang dapat menyebabkan tidak berfungsinya
sistem imun. Produk hasil oksidasi lipid dalam jumlah tinggi terdeteksi pada
waktu terjadi degradasi sel, sel-sel tubuh mengalami ‘perlukaan’ atau sewaktu
sedang sakit. Peningkatan jumlah produk hasil oksidasi lemak ditemukan pada
penderita diabetes, aterosklerosis, penyakit yang menyerang hati, dan
peradangan. Modifikasi oksidatif kolesterol LDL berhubungan dengan timbulnya
penyakit aterosklerosis dan jantung koroner
Oksidasi protein
ROS dapat menyerang protein menghasilkan karbonil dan
asam-asam amino termodifikasi, termasuk metionin sulfoksida, 2-oksohistidin,
dan peroksida protein. Modifikasi protein diinisialisasi oleh radikal hidroksil
yang terutama mengoksidasi rantai samping asam-asam amino, menghasilkan ikatan
silang (cross linkage) antara protein dan menyebabkan protein terfragmentasi.
Ketersediaan oksigen, anion superoksida, dan bentuk ‘proton’ nya (HO2- )
menentukan jalur proses oksidasi protein. Malonaldehid, produk hasil oksidasi
lipid, dapat bereaksi dengan grup amino suatu protein. Nitrik oksida (yang
disintesis dalam mitokondria dari L-arginin dengan bantuan enzin NO-sintetase)
yang merupakan ‘messenger’ intraseluler dalam sistem syaraf, imun, dan
kardiovaskuler juga dapat mengoksidasi protein. Oksidasi protein dapat
menyebabkan perubahan mekanisme transduksi sinyal, sistem transpor, aktivitas
enzim-enzim, aterosklerosis, dan ishemia reperfusi. Sebagian proses penuaan
berhubungan dengan modifikasi oksidatif protein.
Kerusakan DNA
Mitokondria dan inti sel memiliki DNA masing-masing,
tetapi DNA mitokondria lebih mudah mengalami kerusakan oksidatif karena tidak
adanya protein protektif (histon), serta lokasinya lebih berdekatan dengan
sistem yang memproduksi ROS. Radikal hidroksil dapat mengoksidasi guanosin atau
timin sehingga mengubah DNA dan mengakibatkan terjadinya mutagenesis atau
karsinogenesis. DNA yang berubah dapat diperbaiki oleh enzim DNA glikosilase
(DNA repair enzime). Sejumlah kecil kerusakan basa DNA okibat oksidasi
ditemukan bahkan pada individu yang sehat, tapi konsentrasi basa DNA yang
mengalami kerusakan tersebut meningkat pada penderita peradangan kronis seperti
rheumatoid artritis atau pada individu yang mengalami stress oksidatif misalnya
akibat merokok. Apabila stress oksidatif sangat tinggi, maka sistem perbaikan
DNA yang menggunakan enzim glikosilase tersebut tidak cukup, sehingga akan
menginduksi timbulnya mutagenesis dan/atau karsinogenesis.
Penyakit degeneratif yang ditimbulkan radikal bebas
Penyakit degeneratif yang ditimbulkan oleh radikal
bebas bermula dari kerusakan sel. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel
karena merusak protein (mengganggu aktivitas enzim), merusak asam nukleat
(menimbulkan kerusakan DNA, mutasi sel), dan merusak lipida (mengganggu
fluiditas membran). Sebagai akibatnya pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi
tidak wajar, bahkan dapat menyebabkan kematian sel.
Membran plasma merupakan tempat utama reaksi radikal bebas karena strukturnya yang mudah teroksidasi (asam lemak tidak jenuh jamak). Rusak atau hilangnya asam lemak tidak jenuh pada membran plasma akan mengganggu permeabilitas membran, mengakibatkan radikal bebas semakin mudah masuk ke dalam sel, mempengaruhi/bereaksi dengan organel yang terdapat di dalam sel. Misalnya merusak lisosom dan inti sel serta mengakibatkan kerusakan DNA, sehingga menimbulkan mutagenesis yang menjadi patogenesis kanker.
Membran plasma merupakan tempat utama reaksi radikal bebas karena strukturnya yang mudah teroksidasi (asam lemak tidak jenuh jamak). Rusak atau hilangnya asam lemak tidak jenuh pada membran plasma akan mengganggu permeabilitas membran, mengakibatkan radikal bebas semakin mudah masuk ke dalam sel, mempengaruhi/bereaksi dengan organel yang terdapat di dalam sel. Misalnya merusak lisosom dan inti sel serta mengakibatkan kerusakan DNA, sehingga menimbulkan mutagenesis yang menjadi patogenesis kanker.
Penyakit ginjal akut maupun kronis: lipid peroksida
diduga merupakan faktor penting dalam patofisiologi penyakit ini. Penelitian
morfologis pada ginjal menunjukkan bahwa sel-sel endotel dan sel-sel mesangial
sangat mudah mengalami perlukaan oleh stress oksidatif.
Diabetes melitus: patogenesis penyakit diabetes belum jelas sekali. Pada diabetes tipe I terjadi kerusakan sel-sel beta pankreas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa radikal oksigen berperan penting dalam patogenesis diabetes. Mekanisme ini melalui respons autoimun yang menghasilkan radikal oksigen yang kemudian mengakibatkan kerusakan sel beta pada pankreas.
Diabetes melitus: patogenesis penyakit diabetes belum jelas sekali. Pada diabetes tipe I terjadi kerusakan sel-sel beta pankreas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa radikal oksigen berperan penting dalam patogenesis diabetes. Mekanisme ini melalui respons autoimun yang menghasilkan radikal oksigen yang kemudian mengakibatkan kerusakan sel beta pada pankreas.
Penyakit jantung koroner: salah satu faktor penyumbang
timbulnya penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa terjadinya aterosklerosis merupakan respons terhadap adanya
luka pada lapisan endotelium pembuluh darah. Produk oksidasi lipid terbukti
dapat menginduksi luka pada pembuluh darah dalam tempo yang singkat.
Penyakit kanker: para ahli sepakat mengenai implikasi
radikal bebas dalam mekanisme karsinogenesis, terutama kerusakan DNA. Radikal
oksigen seperti anion superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida
dapat merusak komponen biokimia intrasel misalnya DNA, RNA, karbohidrat,
protein, lemak, dan mikronutrein. Tapi patogenesis kanker sehubungan dengan
radikal bebas belum jelas benar, patogenesis kanker berdasarkan radikal bebas
diperkuat oleh penelitian secara tidak langsung yaitu konsumsi antioksidan pada
kelompok tertentu menurunkan insiden timbulnya kanker sampai 30%.
-0-
Padang, 9 april 2017
Komentar
Posting Komentar